Surabaya||Viralindonesia52blogspot.com- Rapat koordinasi yang digelar oleh Komisi B DPRD Kota Surabaya yang sedianya mengundang Bapenda Kota Surabaya dan Direktut PT Grande Family View batal dilaksanakan. Karena pihak PT Grande Family View tidak hadir. Sesuai surat undangan dari Komisi B bahwa rapat tersebut menindaklanjuti temuan legislatif terkait Evaluasi Kepatuhan Pembayaran Pajak dan Retribusi di Kota Surabaya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochammad Machmud mengungkapkan kekecewaannya. Dia mengatakan bahwa dengan kejadian ini, membuktikan tidak ada niat baik dari pengembang. Sebagai penunggak pajak sejumlah Rp 12 miliar lebih. Dari 2008 hingga saat ini, PT Grande Family View belum membayar pajak tertanggung. Bahkan niatan mengangsur saja tidak ada.
“Jadi kami melihat dari peristiwa ini memang tidak ada iktikad baik dari pihak Grande Family. Dia sudah tahu punya tunggakan pajak Rp 12 miliar lebih, dari tahun 2008 hingga hari ini. Ketika tidak dilakukan tindakan dari dewan maka dia diam saja. Niatan mengangsur saja tidak ada,” ujar M. Machmud di Jalan Yos Sudarso, Surabaya, Selasa (29/4/2025).
Menurutnya, setelah yang terjadi hari ini, beda dengan pengembang yang kecil-kecil atau perorangan, Dia jual rumah satu sudah harus melunasi PBB dan pajak lainnya. Pengembang,
tiga rumah laku sudah cukup untuk membayar pajaknya. Tetapi kalau memang tidak ada niat baik dari seorang pengembang maka akan diam saja.
Machmud juga mengkritik lemahnya tindakan Pemerintah Kota Surabaya terhadap pengembang besar tersebut. Ia menilai pemkot terlalu lembut dan membiarkan tunggakan itu terjadi selama lebih dari 15 tahun.
"Pemkot Surabaya terlalu lemah lembut. Harusnya sejak lama sudah ada tindakan tegas, seperti penyegelan. Kalau rakyat biasa, sebelum jual beli rumah, PBB-nya harus lunas dulu. Ini justru dibiarkan," ungkapnya.
Politisi dari Partai Demokrat ini menjelaskan bahwa yang dilakukan oleh Komisi B DPRD Kota Surabaya adalah demi rasa keadilan bagi pengusaha yang ada dan peningkatan PAD di Kota Surabaya. Pihaknya tahu bahwa ada pengembang besar yang menunggak pembayaran pajak. Karena pajak dari pengembang itu bermacam-macam. Tetapi selama tidak ada iktikad baik dari pengembang, maka pajak tidak akan pernah terbayar.
“Kami mendengar janji itu, belum menyaksikan pembayarannya. Tapi kami Komisi B DPRD Kota Surabaya akan tetap mengundang yang bersangkutan. Dari 12 miliar lebih, pihak pengembang akan mengangsur tidak sampai satu miliar. Ini tanggungannya berapa tahun ? Cara-cara seperti ini merupakan modus lama, harusnya dilunasi. Uangnya kan sudah ada mereka sudah menikmati hasil dari penjualan propertinya, apa lagi ?” Sergah Machmud.
Dirinya juga menyampaikan bahwa hari ini pihak pengembang mengirim surat ke Komisi B yang isinya minta waktu untukn membayar tanggungannya. Padahal sebelumnya sudah diundang untuk menghadiri rapat. Mereka menghindari pertemuan ini.
“Harusnya sebagai pengusaha besar Dia hadir dan bertanggung jawab, bahwa dengan membangun Graha famili itu tidak ada niat baik. Kita akan undang lagi nanti,” tegas Machmud.
Kepala Bidang pajak PBB dan BPHTB Bapenda Kota Surabaya, Siti Miftahul Jannah menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya melakukan penagihan dan pendekatan berulang kali. Menurutnya, pihak pengembang sempat berjanji membayar tunggakan sebesar Rp.860 juta pada akhir April 2025. Namun, ia mengakui bahwa pembayaran tersebut masih berupa janji tanpa realisasi nyata.
"Total pokok pajaknya sebesar Rp.12,2 miliar. Sejak serah terima berita acara serah terima (BAST) ke Pemkot pada 2021, sebenarnya bisa dibatalkan, tapi karena tunggakan sejak 2008 belum diselesaikan, proses pembatalan tidak bisa dilakukan," tuturnya. Dia menyatakan, pembayaran pajak sebenarnya dipermudah lewat banyak jalur seperti perbankan dan platform daring, sehingga alasan keterlambatan dinilai tidak masuk akal.
Terkait sanksi, Siti menyebut saat ini ada kebijakan pembebasan denda hingga Mei 2025 dalam rangka menyambut HUT Kota Surabaya. "Jadi, kalau mau bayar sekarang, hanya pokok pajaknya saja, tidak ada denda," jelasnya.
Namun, dengan mempertimbangkan bahwa objek pajak tersebut adalah fasilitas umum (PSU) seperti jalan, langkah penyegelan atau tindakan keras harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan masyarakat luas.
( Mikhael )
Posting Komentar
0Komentar