Makassar• Viralindonesia52blogspot.com
Di sebuah rumah di Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Pitto, 36 tahun, duduk lesu di ruang tamunya. Hari itu anaknya pulang dari sekolah dengan wajah muram, bukan karena nilai jelek, tapi karena kabar dari wali kelas: “Besok semua siswa wajib setor Rp30 ribu. Separuh untuk 17 Agustus, separuh untuk hadiah kepala sekolah.”
Pitto kaget. “Apa jasa kepala sekolah buat anak saya? Jasanya sudah dibayar negara. Kenapa masih minta dihargai lagi?” ucapnya dengan nada kesal. Ia menolak membayar, meyakini “uang hadiah” itu adalah gratifikasi yang jelas dilarang undang-undang.
PUKAT Sulsel mengendus hal ini bukan peristiwa tunggal. Berdasarkan penelusuran mereka, dugaan pungutan sudah tersusun rapi: manajemen sekolah menentukan nominal, wali kelas jadi penagih, kode warna di catatan pembayaran jadi penanda peruntukan, dan semua iuran masuk ke buku administrasi sebelum sampai ke meja kepala sekolah.
“Ini bukan sekadar kebiasaan buruk. Ini dugaan pungli yang sistematis dan terstruktur,” tegas Direktur PUKAT Sulsel, Farid Mamma, S.H., M.H.
Sejumlah orang tua mengaku tertekan. Ada yang memilih anaknya tidak masuk sekolah saat belum mampu membayar, demi menghindari malu di depan teman sekelas. Fenomena ini merembet hingga acara keagamaan seperti maulid dan peringatan hari besar lainnya.
Direktur PUKAT , Farid Mamma, mengingatkan, pola seperti ini bisa dijerat Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana. “Jika dikaitkan dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor, ancaman hukumannya bisa seumur hidup atau minimal 4 tahun penjara. Kalau ada unsur pemaksaan, Pasal 368 dan 423 KUHP juga bisa digunakan,” jelasnya.
Dinas Pendidikan Sulsel kini didesak melakukan audit total. PUKAT menuntut dana yang ditarik di luar ketentuan segera dikembalikan. “Setiap rupiah yang diambil dengan cara ini adalah pelanggaran hukum. Uangnya harus kembali, dan pelakunya harus diproses,” tutup Farid.
Hingga berita ini tayang, Kepala SMAN 21 Makassar belum memberikan tanggapan resmi atas temuan dan desakan ini.
Di balik kemeriahan peringatan kemerdekaan, ada ironi yang mencoreng dunia pendidikan. Di SMAN 21 Makassar, kemerdekaan rupanya belum sepenuhnya dimiliki oleh para siswa dan orang tua dari beban pungli yang mencekik.
Laporan:
( Biro Makassar )
Posting Komentar
0Komentar