Juni 13, 2025
Surabaya• Viralindonesia52blogspot.com
Kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yang melarang minimarket menyewakan area parkirnya kepada pedagang kecil, serta kewajiban penyediaan juru parkir secara mandiri, menuai kritik keras dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Sekretaris DPC GMNI Surabaya, Alfito Rafif, menyebut kebijakan ini tidak hanya menyulitkan pelaku usaha, tetapi juga membuka ruang praktik premanisme yang dilegalkan melalui aturan resmi.
Alfito menyampaikan bahwa kondisi ini mencerminkan kekacauan tata kelola perparkiran di Surabaya yang pada akhirnya mematikan semangat wirausaha lokal dan menghambat penciptaan lapangan kerja.
“Ada pajak parkir yang ditarik dari pelaku usaha, tapi lucunya mereka juga dibebani kewajiban menggaji dan menyediakan juru parkir. Kalau tidak, tokonya bisa ditutup. Ini tekanan yang tidak adil dan mencerminkan bagaimana negara malah melempar tanggung jawab ke pelaku usaha,” ujar Alfito, Jumat (13/6/2025).
Alfito juga mengecam pelarangan penyewaan area parkir kepada tenant UMKM. Pasalnya, lahan yang digunakan bukan fasilitas umum atau trotoar, melainkan properti milik toko yang seharusnya sah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi tambahan.
“Ini jadi ironi. Di satu sisi pemerintah mengampanyekan dukungan terhadap UMKM, tapi di sisi lain justru menghambat kolaborasi pelaku usaha besar dan kecil,” katanya
“Masa dalam satu bidang tanah, pelaku usaha harus urus dua izin hanya karena mereka ingin bantu pedagang kecil untuk berjualan di tempat strategis?” lanjutnya.
Alumni FH UWKS ini menilai, ketidakpastian dan tekanan kebijakan ini membuat pelaku usaha ragu untuk berinovasi dan berkontribusi pada ekosistem ekonomi lokal. Menurut Alfito, praktik seperti ini tidak jauh beda dengan premanisme, hanya saja dibalut legalitas formal.
“Ini bukan sekadar parkir, tapi cermin kegagalan tata kelola. Premanisme tidak selalu muncul dari orang yang bawa senjata. Tapi ketika aturan menekan yang lemah dan memberi ruang bagi pungutan liar, itu juga bentuk premanisme. Sayangnya, yang dilegalkan oleh sistem,” tuturnya.
Alfito menilai bahwa Pemerintah Kota Surabaya selama ini gagal mengatasi praktik parkir liar yang nyata-nyata marak di berbagai titik kota. Alih-alih membenahi persoalan tersebut, justru yang ditekan adalah pelaku usaha resmi yang sudah membayar pajak dan menciptakan lapangan kerja.
“Pemkot seharusnya fokus pada penertiban parkir liar yang menyusahkan warga dan sering kali dikelola oleh oknum tak bertanggung jawab. Tapi yang terjadi justru pelaku usaha sah yang ditekan, dan pedagang kecil yang disingkirkan dari tempat usaha mereka,” jelas Alfito.
GMNI Surabaya meminta agar Pemkot Surabaya mengevaluasi ulang seluruh kebijakan perparkiran dan penyewaan lahan usaha yang saat ini diberlakukan.
GMNI Surabaya menekankan perpihakan terhadap rakyat kecil dan pelaku usaha bukan hanya jargon politik, tapi harus dibuktikan dalam bentuk kebijakan yang adil, fleksibel, dan memberdayakan.
“Kami mendesak adanya transparansi dan keadilan dalam pengelolaan ruang kota, termasuk area parkir dan ruang usaha. Jangan biarkan regulasi kaku justru mematikan potensi ekonomi warga. Kalau pelaku usaha besar saja ditekan, apalagi nasib pedagang kecil yang tak punya akses ke perlindungan hukum,” tutupnya
( Yoss )
Posting Komentar
0Komentar