Bone•| Viralindonesia52blogspot.com , 29 Juni 2025 — Sebuah unggahan foto yang beredar di grup WhatsApp “Karebanna Bone” memicu kegaduhan. Dalam foto itu tampak seorang pria berbaju garis-garis tengah duduk di sebuah ruangan dan dituding sebagai oknum wartawan yang diduga melakukan pemerasan. Tuduhan itu disertai narasi tanpa dasar yang dilontarkan oleh akun bernama Syahruddin, yang menjadi pihak pertama yang menyebarkan foto ke grup tersebut.
Dari hasil penelusuran redaksi, Syahruddin menyebut pria dalam foto sebagai “teman dari Kepala SMP Negeri 1 Lappariaja, Pak Jasmir.” Namun ketika dikonfirmasi, Syahruddin justru menghindari pertanyaan tegas soal status pria tersebut. Ia bahkan hanya menjawab singkat, “Maaf Pak, lagi wasit dulu,” sambil mengirimkan foto dirinya sendiri sedang bertugas sebagai wasit dalam sebuah laga olahraga.
Tindakan penyebaran foto yang mengandung tuduhan tanpa dasar ini sangat disayangkan, dan patut diduga sebagai bentuk pencemaran nama baik serta pembunuhan karakter, mengingat tidak adanya upaya klarifikasi atau verifikasi sebelum informasi tersebut disebarluaskan.
Potensi Pelanggaran Hukum
Tindakan ini berpotensi kuat melanggar sejumlah aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia:
1. Pasal 27 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, yang menyatakan:
> “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000.”
2. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya:
Pasal 1 Ayat (11): Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Pasal 5 Ayat (1): Pers nasional berkewajiban melayani Hak Jawab.
Pasal 5 Ayat (2): Pers wajib melayani hak koreksi.
Dengan demikian, penyebaran konten yang mencemarkan nama baik, tanpa konfirmasi, bukan hanya pelanggaran etik, namun merupakan pelanggaran hukum yang dapat berujung pada konsekuensi pidana.
Pakar hukum media menilai tindakan ini sebagai bentuk kelalaian serius dalam praktik komunikasi digital. “Siapa pun yang menyebarkan informasi di ruang publik, apalagi yang mengandung tuduhan, wajib memverifikasi kebenaran terlebih dahulu. Jika tidak, maka bisa dikenakan pasal pidana. Ini bukan sekadar etika, tapi hukum,” ungkapnya.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya pemahaman terhadap tanggung jawab bermedia sosial. Penyebaran informasi tanpa dasar dapat menghancurkan reputasi seseorang dan menciptakan stigma sosial yang sulit dipulihkan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Kepala SMP Negeri 1 Lappariaja, Pak Jasmir, maupun dari pria dalam foto yang kini menjadi korban peredaran informasi tak berdasar. Redaksi juga masih menunggu klarifikasi dari Syahruddin selaku penyebar awal konten tersebut.
Jika tidak ada klarifikasi dan permintaan maaf secara terbuka, pihak yang merasa dirugikan memiliki hak penuh untuk menempuh jalur hukum guna memulihkan nama baik dan menuntut pertanggungjawaban atas dugaan pelanggaran UU ITE dan UU Pers.
(Tim Redaksi investigasi).
Posting Komentar
0Komentar